Kementerian Keuangan menyatakan, Indonesia harus mewaspadai perkembangan pasar keuangan karena sekarang risiko bergeser dengan adanya inflasi, kenaikan suku bunga dan pengetatan likuiditas. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, dengan itu, maka risiko di sektor keuangan menjadi meningkat, termasuk dari sisi nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap mata uang lainnya. "Termasuk Indonesia yang dalam hal ini juga mengalami depresiasi. Depresiasi di Indonesia yang bahkan mencapai Rp 14.800 (per dolar AS) itu masih lebih baik," ujarnya dalam konferensi pers APBN Kita, Kamis (23/6/2022).
Sementara, dirinya mencatat pelemahan mata uang di negara negara lain lebih dalam yakni Filipina di 6,4 persen, India 5 persen, Malaysia 5,5 persen, Thailand 6,3 persen, dan Turki di 30 persen. "Untuk Turki, mereka mengalami penurunan dari mata uang lokalnya," kata Sri Mulyani. Mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut mengingatkan bahwa pengetatan kebijakan moneter Bank Sentral AS atau The Fed melalui kenaikan suku bunga dipastikan belum selesai.
"Ini akan menjadi satu tren yang harus kita waspadai karena hasil rapat The Fed itu kebijakannya akan cenderung makin ketat. Jadi, ini belum merupakan penyesuaian (suku bunga) yang terakhir," pungkasnya.