Menghadapi krisis iklim yang semakin nyata, penting bagi kita untuk memiliki pemimpin yang berkomitmen untuk menghadapi tantangan tersebut. Salah satu gagasan yang diusung oleh Calon Presiden RI Anies Baswedan saat menjabat Gubernur DKI Jakarta adalah menghadapi krisis iklim dengan mengelola interaksi manusia dengan alam.
Dalam kunjungan ke desa pesisir Demak, Jawa Tengah, Anies Baswedan mendengar langsung keluhan warga yang terkena dampak abrasi laut dan banjir rob. Beliau menyadari bahwa krisis iklim bukan hanya perubahan iklim biasa, tetapi krisis yang mengancam kedaulatan negara. Pulau-pulau terdepan terancam tenggelam, dan hal ini mengancam konsep kedaulatan kita.
Meskipun jumlah penduduk di pulau terdepan tidak sebanyak di pulau-pulau besar, namun negara ini didirikan untuk melindungi seluruh rakyatnya. Oleh karena itu, kesulitan yang dihadapi warga pesisir harus menjadi perhatian utama pemerintah. Krisis iklim adalah akar masalah yang harus segera diatasi.
Meski sudah ada komitmen dan target tinggi untuk menyelesaikan krisis iklim, pencapaian yang telah dilakukan masih belum memadai. Indonesia berada di peringkat rendah dalam Environmental Performance Index (EPI), yang menunjukkan performa yang rendah dalam menghadapi krisis iklim. Hal ini tercermin dalam kondisi warga pesisir yang tergenang banjir, petani yang gagal panen, dan komunitas adat yang merasa terancam.
Sayangnya, kebijakan yang diambil belum konsisten dengan upaya mengatasi krisis iklim. Izin ekspor pasir laut, padahal pulau-pulau terdepan dan daerah pesisir terancam tenggelam. Kita harus jelas mengakui bahwa manusia adalah penyebab utama krisis iklim ini. Oleh karena itu, solusinya harus berfokus pada pengelolaan interaksi manusia dengan alam.
Anies Baswedan telah memulai langkah-langkah untuk menghadirkan solusi krisis iklim di Jakarta. Fokusnya adalah pada transportasi terintegrasi, perbaikan tata kelola lingkungan, dan pemenuhan kebutuhan dasar warga. Transformasi transportasi dari yang mengutamakan kendaraan pribadi menjadi transportasi umum terintegrasi telah meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas warga. Jumlah penumpang Trans-Jakarta yang melebihi 1 juta penumpang per hari merupakan bukti keberhasilan dari inisiatif ini.
Selain itu, pengembangan trotoar, jalur sepeda, dan taman kota juga telah memperbaiki kualitas hidup warga. Inisiatif ini tidak hanya berfungsi sebagai infrastruktur fisik, tetapi juga mempromosikan inklusi sosial dan kesetaraan. Kolaborasi dengan berbagai pihak juga telah menghasilkan kemajuan signifikan dalam penurunan emisi gas rumah kaca di Jakarta.